Pada tanggal 6-7 Agustus 2019, perwakilan dosen Teknologi Pangan Universitas Al-Azhar Indonesia telah mengikuti pelatihan yang “Interpretasi dan Implementasi Sistem Jaminan Halal (SJH)”. Pelatihan ini diselenggarakan oleh Indonesia Halal Training and Education Center (IHATEC) LPPOM MUI yang juga menyelenggarakan pelatihan SJH Titik Kritis Bahan pada Bulan Maret lalu.
Pada pelatihan, dibahas dua topik dalam persyaratan sertifikasi halal. Yang pertama adalah pemenuhan kebijakan dan prosedur sertifikasi halal, kedua, pemenuhan dan penerapan 11 kriteria SJH. Kebijakan dan prosedur sertifikasi halal dirumuskan dan ditegakkan oleh LPPOM MUI, untuk mengarahkan perusahaan dalam mengelola produk halal untuk memperoleh Sertifikat Halal (SH). Sertifikat Halal yang dimiliki oleh setiap produsen pangan merupakan cara konsumen muslim mendapatkan jaminan bahwa produk yang dikonsumsinya adalah halal, dan sertifikat ini berlaku selama dua tahun. Sementara itu, sistem jaminan halal merupakan satu cara bagaimana meyakinkan masyarakat bahwa produk konsisten halal selama masa berlaku sertifikat halal tersebut.
Sementara itu, kriteria SJH dibagi kedalam 11 kriteria, (1) kebijakan halal, (2) tim manajemen halal, (3) pelatihan, (4) bahan, (5) produk, (6) fasilitas produksi, (7) prosedur tertulis untuk aktivitas kritis, (8) kemampuan telusur, (9) penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria, (10) audit internal, (11) kaji ulang manajemen, Secara umum, definisi dari produk halal adalah produk yang diproduksi dari bahan yang halal dengan menggunakan fasilitas produksi yang tidak terkontaminasi bahan haram/najis, sehingga kriteria SJH nomor 4, 5, dan 6 merupakan kriteria substansial yang wajib dipenuhi.
Syarat suatu industri atau produsen mendapatkan sertifikat halal adalah jika hasil penilaian SJH nya minimal B atau implementasi memenuhi persyaratan minimum. Penilaian SJH dilakukan melalui proses audit dengan sistem penilaian didasarkan pada kelemahan implementasi SJH yang ditemukan pada saat audit dan tindak lanjut setelah audit (kualitataif).
Ada tiga kategori kelemahan yang umum ditemukan pada proses audit. Pertama kelemahan kritis, yaitu kelemahan serius yang menyebabkan tidak terpenuhinya persyaratan SH. Contoh dari kelemahan jenis ini adalah seperti tidak ditemukannya kelengkapan dokumen pendukung yang tidak memadai terkait penggunaan bahan (bahan pangan) kategori kritis (daging dan produk turunan hewani, flavor). Kedua, kelemahan perlu perbaikan (improvement needed), yaitu kelemahan yang berpotensi menyebabkan tidak terpenuhinya persyaratan SH. Contoh dari kelemahan jenis ini adalah seperti terdapat dokumen pendukung (khusus bahan) yang expired. Ketiga, kelemahan minor, yaitu kelemahan yang tidak berpotensi menyebabkan tidak terpenuhinya persyaratan SH. Contoh dari kelemahan ini seperti tidak ada daftar bahan tetapi dapat dibuktikan semua bahan yang digunakan sesuai dengan bahan yang digunakan pada berita acara. Contoh dari jenis-jenis kelemahan secara lengkap dijelaskan dalam Lampiran Surat Keputusan Direktur LPPOM MUI (SK 24/Dir/LPPOM MUI/VII/14.