Seperti tak ingin kalah oleh Pimpinan KPK Agus Raharjo, pimpinan KPK di bawah komando Firli Bahuri sedang unjuk gigi. Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah dan komisioner KPU Wahyu Setiawan pun menjadi korban gigitan pertama KPK di bawah pimpinan Firli Bahuri. Pimpinan KPK Anyar saat ini memang harus unjuk gigi dan membuktikan diri. Karena masyarakat sangat meragukan pimpinan baru KPK yang dianggap bermasalah.
Kita patut mengapresiasi kerja awal KPK yang bisa meng-OTT Bupati Sidoarjo dan komisioner KPU. Namun ada catatan penting yang harus kita koreksi. Jangan sampai KPK anyar tersebut, hanya mampu menangkap kepala daerah atau penyelenggara Pemilu yang tak memiliki back up politik kuat. Dan jangan sampai juga penangkapan kedua pejabat negara tersebut, hanya sebagai pengalihan isu atas kasus Jiwasraya yang menyeret pihak-pihak di istana. Karena kita tahu, penangkapan yang dilakukan dengan OTT kepada seorang kepala daerah dan anggota KPU merupakan isu seksi. Berita hot dan sexy yang akan menjadi perhatian publik di tanah air.
Ramainya pemberitaan OTT KPK jangan sampai menutup pemberitaan kasus pembobolan dan perampokan uang negara di Jiwasraya yang jumlahnya 13,7 Triliun . Hampir dua kali lipat dari kasus Century yang menghebohkan di masa pemerintahan SBY. Bail-out Century mengguncang rezim SBY. Dan pembobolan Jiwasraya menghebohkan rezim Jokowi saat ini. Kita sama-sama mafhum, BUMN kerap menjadi sapi perah para politisi dan elite partai untuk pembiayaan Pemilu. Jadi jangan heran dan aneh jika BUMN banyak utangnya dan banyak ruginya.
OTT KPK masih belum bisa membuktikan apapun. Belum bisa membuktikan bahwa pimpinan KPK anyar tersebut akan lebih baik dari pimpinan KPK yang lama. Kalau KPK menangkap kepala daerah merupakan hal biasa. Bukan merupakan hal yang hebat. Dan menangkap anggota KPU pun bukan lah sesuatu yang membanggakan. Pimpinan KPK Anyar akan diangap hebat, jika mereka bisa menangkap kakap-kakap, gajah-gajah, dan dinosaurus-dinosaurus yang telah merampok anggaran negara. KPK saat ini akan dibilang hebat, jika mereka mampu meng-OTT ketum partai, sekjen partai, ketua DPR, anggota DPR, dan pihak istana. Unjuk gigi pimpinan KPK Anyar jangan hanya sebatas OTT pada koruptor-koruptor kelas teri tapi pemain-pemain anggaran kelas keroco, perampok uang negara kelas recehan, dan maling kelas kecoa.
Keraguan publik terhadap pimpinan KPK Anyar harus dijawab dengan kerja-kerja besar dan prestatif. Dengan usaha-usaha maksimal yang fenomenal. Dengan langkah-langkah ekstra yang luar biasa. Jika hanya menangkap kepala daerah dan anggota KPU itu masih dikategorikan sesuatu yang biasa, rakyat masih nyinyir terhadap pimpinan KPK baru. Nyinyiran publik harus dijawab dengan langkah nyata.
Korupsi di Indonesia sudah pada tingkat “dewa”, sudah menjadi budaya, tindakan koruptif terjadi dimana-mana. Jadi butuh pimpinan KPK Anyar yang ber-ide “gila” untuk membasmi mereka yang korup.
Pimpinan KPK Anyar salah satu langkahnya akan membawa KPK lebih fokus pada pencegahan bukan pada penindakan. Langkah pimpinan KPK tersebut layak untuk dikritik. Dan merupakan langkah yang keliru. Mana mungkin korupsi yang sudah akut yang terjadi di bangsa ini hanya dilakukan dengan pencegahan. Pemberantasan korupsi tanpa penindakan tak akan jalan. Karena pemberantasan korupsi perlu tindakan nyata.
Mencegah terjadinya korupsi menang baik. Namun pencegahan itu sifatnya lemah. Karena sifatnya himbauan. Mencegah dalam pemberantasan korupsi merupakan selemah-lemahnya iman. Memberantas korupsi tanpa penindakan sama saja bohong. Jadi konsep pencegahan merupakan gaya pemberantasan korupsi konvensional dan jadul. Gaya pemberantasan korupsi era modern adalah menyerang dan menindak kepada siapa saja yang korup.
Dua OTT KPK yang menyasar Bupati Sidoarjo dan komisioner KPU merupakan bentuk nyata penindakan yang dilakukan oleh KPK. Artinya penindakan jauh lebih efektif daripada pencegahan. Jika hanya pencegahan yang dilakukan oleh KPK, maka KPK akan mati. Tak berdaya, lemah, dan tak akan bermakna. KPK itu hidup jika penindakannya jalan. Roh penindakan menjadi senjata untuk memerangi mereka yang merampok uang negara.
Publik masih belum yakin dengan kinerja awal pimpinan KPK baru. Publik perlu diyakinkan lagi. Perlu dilakukan OTT yang lebih besar lagi, lebih garang, dan lebih berani menyasar orang-orang besar di negeri ini. Yakinkan rakyat dengan kerja nyata, kerja besar, dan kerja hebat. Jika hanya maling kelas kecoa yang tertangkap, itu bukanlah sebuah prestasi yang prestisius. Namun jika maling kelas kakap yang telah memainkan anggaran negara, maka disitulah letak kehebatan KPK yang bergigi, bertaring, dan punya nyali. Masih banyak maling-maling kelas kakap, yang telah merampok uang negara berkeliaran bebas. Mereka makin kaya. Mereka tak tersentuh KPK. Mereka bernyanyi di atas penderitaan rakyat miskin.
Jika memang KPK punya gigi dan nyali, ambil alih penanganan korupsi di Jiwasraya. Usut tuntas sampai aktor intelektualnya. Jangan tebang pilih walaupun harus berhadap-hadapan dengan pihak istana. Jika kasus Jiwasraya masih ditangani Kejaksaan, maka kasus korupsinya tak akan bisa tuntas. Hanya akan menyentuh maling-maling kelas teri yang dikorbankan oleh kepalanya.
Tahun baru, pimpinan KPK baru, tentu rakyat juga memiliki harapan baru ke KPK. Keraguan rakyat harus dijawab. Jawab dengan tindakan, bukan dengan pencegahan apalagi dengan senyuman. Karena KPK tak perlu tersenyum. KPK juga tak perlu pujian. Yang diperlu dilakukan KPK adalah memenjarakan mereka para koruptor kelas kakap, gajah, dan dinosaurus. Selama mereka para koruptor kelas elite tak tersentuh, maka selama itu pula KPK belum bisa dipercaya. (Ujang Komarudin)