Marhaban ya Ramadhan…Selamat datang bulan Ramadhan….
Bulan Ramadhan merupakan bulan dimana setiap doa pasti akan dikabulkan. Ada hubungan erat antara diterimanya ibadah (termasuk doa) dengan status makanan yang dikonsumsi. Sa’ad bin Abi Waqash pernah bertanya kepada Rasulullah SAW. “Ya Rasulullah, doakan saya kepada Allah agar doa saya terkabul.” Rasulullah menjawab. “wahai Sa’ad, perbaikilah makananmu, maka doamu akan terkabul” (Riwayat At Thabrani). Allah juga telah berfirman dalam Al Quran Surat Al Maidah ayat 88, yang artinya: ”Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayyib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya.” Dalam konteks pangan, istilah halal digunakan untuk menunjukkan bahwa makanan dan minuman tersebut diizinkan untuk dikonsumsi menurut syariat Islam, dan baik, berarti makanan tersebut juga harus aman, layak, dan memberikan manfaat bagi kesehatan.
Lalu, sudah halal dan amankah makanan yang kita makan, terlebih di bulan Ramadhan ini diharapkan kita dapat menjalankan ibadah dengan maksimal. Halal tidak hanya menjadi suatu pilihan tetapi juga telah menjadi keharusan, apalagi dengan akan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) di tahun 2019 ini. Undang-Undang ini mewajibkan semua produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal. Konsep halal tidak hanya berfokus pada komponen bahan penyusun (komposisi) saja, tetapi termasuk di dalamnya adalah tata cara penyembelihan hewan (jika produk pangan tersebut adalah produk daging dan turunannya), juga praktik lain sebelum dan sesudah dilaksanakan penyembelihan, seperti proses pengolahan pangannya. Diharapkan dengan akan diberlakukannya UU JPH No 33, tidak hanya produsen, tetapi juga masyarakat sebagai konsumen menjadi lebih aware terhadap pemilihan jenis pangan (makanan dan minuman) yang akan dikonsumsi dan menjadi sadar untuk selalu membaca label pangan pada kemasan produk.
Kewaspadaan terhadap label pangan juga merupakan salah satu bentuk yang dilakukan untuk memastikan bahwa produk pangan tersebut aman untuk dikonsumsi. Label pangan yang tepat harus memiliki nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih, nama dan alamat produsen atau distributor di Indonesia, serta tanggal, bulan, dan tahun kedaluarsa. Bagi sebagian orang yang memiliki alergi terhadap bahan pangan tertentu, seperti susu, kacang-kacangan, seafood, telur, dan lain sebagainya, pastikan jika produk yang akan dikonsumsi tidak mengandung bahan-bahan tersebut. Selain itu, di Indonesia, setiap makanan dan minuman yang beredar harus mendapatkan izin resmi dari badan atau instansi terkait (dalam hal ini BPOM dan Depkes). Maka dari itu, mari menjadi masyarakat sadar pangan halal dan sadar pangan aman bersama Program Studi Teknologi Pangan, Universitas Al Azhar Indonesia (UAI).
Program Studi Teknologi Pangan UAI telah mendapatkan izin penyelenggaraan program studi dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dengan No SK 986/KPT/I/2018, dan secara resmi telah diluncurkan pada tanggal 17 Januari 2019 oleh Rektor Universitas Al Azhar Indonesia, Prof. Dr. Ir. Asep Saepuddin, M.Sc. Program Studi Teknologi Pangan UAI berfokus pada bidang pangan halal dan entrepreneur (halal foodpreneur), sebuah tren yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan produk pangan halal. Menurut Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi (Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan) “para sarjana teknologi pangan diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan pangan dengan teknologi, khususnya di Universitas Al Azhar Indonesia dengan ciri keislaman, maka program studi teknologi pangan diarahkan pada pangan yang halal dan thayyib.” Informasi lainnya seputar teknologi pangan dapat dilihat pada akun resmi instagram kami di @tekpang_uai dan website https://tekpang.uai.ac.id.
Ema Komalasari, STP, M.Si
Program Studi Teknologi Pangan