Sifat orang Tiongkok yang selalu bekerja keras merupakan sifat yang telah diturunkan secara turun-temurun dari leluhur mereka. Dulu orang Tiongkok mencari penghidupan dari agrikultur atau pertanian, mereka harus bekerja keras bercocok tanam agar bisa makan. Sifat tersebut terus diturunkan hingga sekarang meski terjadi perubahan mata pencaharian utama, menjadi lebih kepada produksi dan industri.
Budaya ini juga terbentuk karena sejarah panjang bangsa Tiongkok yang mengalami masa-masa sulit, seperti peperangan dan kelaparan. Sejarah tersebut membuat mereka terbentuk menjadi pribadi-pribadi yang berjiwa kuat dan terus bekerja keras. Mereka pun menerapkan sifat tersebut ke anak cucu dengan mendidiknya sejak dini untuk menjadi orang yang memiliki mental pekerja keras.
Jika di Indonesia ada pepatah yang berbunyi “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian”, orang Tiongkok memiliki prinsip yang disebut 能吃苦 (néng chīkǔ). Prinsip itu memiliki arti kurang lebih “Dapat bertahan dalam kesulitan.” Karena itulah orang Tiongkok terbiasa untuk tidak terlena dalam kesenangan sesaat dan tetap bertahan meski mengalami hambatan dalam hidup.
Sebenarnya, siapapun tidak menginginkan terjadinya ujian dalam kehidupan kita, namun pada kenyataannya tidak ada yang bisa menghindarinya, sehingga sering membuat kita berburuk sangka kepada Allah SWT dan menganggap Allah SWT kejam. Padahal, ujian yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya sesuai dengan kesanggupan masing-masing, sebagaimana firman Allah SWT: “Allah tidak memberikan kesulitan kepada seseorang hamba melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. [Al-Baqarah/2: 286].
Suatu ujian dari Allah SWT, sesungguhnya bukan berarti bahwa Allah SWT bermaksud menganiaya hamba-Nya. Tetapi sebaliknya, ujian merupakan kasih sayang Allah SWT kepada hamba-Nya karena dengan ujian tersebut ia akan dapat mengetahui manisnya iman, dzikir, dan taqarrub bilah. Di sini tergambarkan, bahwa ujian merupakan rahmat dari Allah SWT kepada hamba yang disayangi-Nya. Allah SWT berfirman:
لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu benar-benar akan mendengar dari orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan [Âli ‘Imrân/3 : 186]
Cobaan adalah sarana menggapai pahala bagi orang yang sabar, apabila seorang hamba bersabar, maka Allah SWT akan memberikan kepadanya pahala atau dihapus-kan sebagian dari dosa dan diangkat derajatnya, hingga ujian itu menjadi satu nikmat baginya, sebagaimana hadist Rasullullah SAW. “Tidak ada seorang Muslim yang ditimpa gangguan semacam tusukan duri atau lebih berat daripadanya melainkan dengan ujian itu dihapuskan Allah SWT perbuatan buruknya serta digugurkan dosa-dosanya sebagaimana pohon kayu yang menggugurkan daun-daunnya”. (HR. Al-Bukhari). Sakit adalah pembersih dosa apabila kita bersabar. Semakin besar ujian seseorang maka semakin besar pula pahala yang diperolehnya manakala ia berhasil menyikapi ujian tersebut.
Bahasa Mandarin dan Kebudayaan Tiongkok
Universitas Al Azhar Indonesia