Jakarta (18/10) – Isu mengenai sejumlah perundang-undangan yang kontroversial sedang ramai dibicarakan di masyarakat. Pro dan kontra serta pertanyaan timbul, sejumlah aksi atas nama keadilan pun sudah dilakukan oleh masyarakat dalam rangka memperjuangkan reformasi. Namun tak sedikit pula masyarakat yang hanya memanaskan suasana tanpa mengetahui substansi dari berbagai aksi dan protes yang dilakukan. Melihat hal tersebut, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia (BEM FH UAI) mengadakan Seminar Nasional yang bertajuk “PERPU KPK, Kepentingan Memaksa atau Kepentingan Penguasa?” pada Kamis, 17 Oktober 2019 di Auditorium Arifin Panigoro.
BEM FH UAI turut menghadirkan berbagai narasumber yang ahli dalam bidangnya, yaitu Prof. Dr. (Jur) Andi Hamzah, SH., Pakar Hukum Pidana sekaligus Guru Besar Trisakti, Fadil Nasution, S.H., M.H., Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia, dan Dr. Supaji Ahmad, SH.,MH, Kepala Program Studi Magister Fakultas Hukum UAI.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hadir setelah reformasi 1998 dimana terjadi transisi tumbangnya rezim orde baru memasuki orde reformasi. Namun hingga kini, angka korupsi di Indonesia masih tetap tinggi. Fadil Nasution mengungkapkan “Keberhasilan KPK harusnya ditunjukkan dengan semakin rendahnya tingkat korupsi. Tapi pada prakteknya, pada kenyataannya, kita bisa saksikan, masih saja ada 3 OTT secara bersamaan.” Menurutnya, korupsi bukan soal jumlah uang, tapi perbuatan yang dilakukan pejabat yang berwenang yang merugikan negara. Terdapat 7 konten krusial dalam UU KPK yang baru, namun menurutnya, PERPU KPK pun tidak serta merta menjadi solusi yang tepat dan baik. Pasalnya, bila tidak terperinci, PERPU KPK akan turut melemahkan kenegaraan kita sebab akan memperlihatkan kelemahan Presiden dalam mengesahkan aturan di suatu negara atau perundang-undangan tersebut. Ia menambahkan, PERPU KPK juga bisa melemahkan UU KPK yang lainnya yang tidak menjadi kontroversial atau bahkan menjadi penting.
Senada dengan Fadil Nasution, Andi Hamzah menyampaikan sintesanya mengenai persoalan ini. Jika melihat protes masyarakat tentang perubahan UU KPK karena dianggap melemahkan KPK, ia memiliki pendapat lain. Menurutnya, hal tersebut bukan serta merta melemahkan KPK, namun membuatnya menjadi tidak independen dalam menegakkan hukum karena berada sepenuhnya di dalam kontrol pemerintah. Lebih lanjut ia menjelaskan, akan ada badan pengawas yang diangkat oleh Presiden. Artinya, tentu hanya orang yang dipercaya yang akan diangkat oleh Presiden, kemudian Badan Pengawas ini memiliki wewenang untuk memberi izin penyadapan telepon dimana nantinya akan diketahui oleh Presiden terlebih dahulu. Singkatnya, walaupun UU KPK tidak diubah ataupun PERPU KPK diterbitkan, tetap saja KPK tidak akan sebebas saat ini.
Acara ini ditutup dengan berbagai pertanyaan dari para peserta seminar yang hadir dari berbagai Universitas seperti Universitas Krisnadwipayana. Dengan diselenggarakannya seminar ini, diharapkan mahasiswa dapat mengetahui secara detail mengenai isu yang sedang marak diperbincangkan. Sehingga mahasiswa dapat menyampaikan suaranya dan memperjuangkan sesuatu dengan benar.