Menyelami samudera makna Ramadhan selalu menjadi primadona bagi para penempuh jalan Ilahi. Datang tiap tahun, tetapi refleksi terhadap arti bulan suci bisa selalu baru, tergantung kacamata apa yang hendak kita pakai.
Kali ini, mari kita luangkan waktu untuk membaca Ramadhan melalui syair Emily Dickinson (1830-1886) I’m Nobody! (Aku Bukan Sesiapa!). Puisi ini mengajak kita untuk suwung, quiet time, tahannuts, laku mulia yang patut untuk bulan suci.
Jika diterjemahkan, puisi ringkas yang terdiri atas dua stanza dan empat baris tersebut berbunyi:
Aku bukan sesiapa! Siapa kau?
Kau–bukan sesiapa–pula?
Kalau demikian kita sama!
Jangan bersuara! mereka akan beruar-uar–tahu!
Betapa melelahkan–menjadi–Seseorang! Betapa khalayak–bak seekor Katak–
Koar-koar menyebut nama diri–sepanjang Juni–
Demi rawa yang mengabui!
Dalam puisi ini, Emily berefleksi tentang popularitas yang merampas kedirian. Ketika populer, seseorang (secara metaforis disebut “katak”) akan kehilangan batas diri (boundary), dan kemudian dirinya dikonstruksi—jika tidak dipenjara—oleh citra yang disepakati oleh fans, yang secara metaforis direpresentasikan dengan kata “rawa”, tanah basah berlumpur yang tak banyak guna dan terkadang berbahaya. Ketenaran dan fans adalah perangkap yang akan melemahkan kepribadian.
Puasa tak bisa dilepaskan dari tradisi Yahudi, sebagai agama Abrahamik yang lebih tua dibandingkan dengan Nasrani dan Islam. Dalam tradisi Yahudi, ada satu ajaran menarik saat puasa, yaitu tak sekadar absen dari makan, minum, dan hubungan seks, tetapi bersolek dan memakai bahan kulit karena dianggap sebagai ikon kemewahan. Dalam Isaiah 58 disebutkan bahwa nabi Isaiah (atau Sya’ya) mengecam mereka yang melakukan ritual puasa, tetapi tidak ada transformasi spiritual apa pun. Salah satu yang juga dikecam saat puasa adalah meninggikan suara supaya didengar, sebuah penghancuran hasrat narsisistik.
Di bulan Ramadhan ini, yang secara denotatif berarti ‘membakar’, salah satu refleksi yang bisa lakukan adalah membakar ego kenarsisan, ingin terkenal, yang dalam kajian akhlak Islam dapat secara berturut-turut disebut, ujub, riya’ atau sum’ah. Selama sebulan, kita bisa melakukan isolasi diri untuk mendapatkan energi dari dalam.
Ramadhan memang seharusnya tidak hanya mempererat hubungan vertikal dengan Sang Khalik, hubungan horizontal dengan sesama makhluk (manusia, hewan, tetumbuhan, bumi, dan alam semesta), tetapi juga relasi diagonal antara jiwa dan raga sendiri. Hadir di dalam diri berarti kita tidak merampas boundary orang lain dan tidak pula membiarkan boundary kita dikendalikan sesama spesies.
Ramadhan kali ini masih menyisakan beberapa hari untuk sunyi. Merasa I’m nobody adalah pembuka mata batin supaya melek terhadap hakikat diri. Dikatakan guru sufi Yahya bin Muadz Ar-Razi, “Siapa mengenal dirinya, bakal kenal Tuhannya.” Dhuha Hadiyansyah